Powered By Blogger

Kamis, 16 Desember 2010

KONSEP BELAJAR MENURUT ISLAM

Oleh : Imam Mustaqim, S.Pd.I.,M.Pd.

Islam sebagai agama Rahmatan lil’alamin
 Iqra’ merupakan salah satu perwujudan dari aktivitas belajar.
 Dan dalam arti luas, dengan iqra’ pula manusia dapat mengembangkan pengetahuan dan memperbaiki kehidupan.
 Betapa pentingnya belajar, karena itu dalam Al-Qur’an Allah SWT berjanji akan meningkatkan derajat orang yang belajar.
KONSEP BELAJAR MENURUT AL-QUR’AN DAN HADIS
 Aktivitas belajar sangat terkait dengan proses pencarian ilmu.islam sangat menekankan terhadap pentingnya ilmu.
 Al-qur’an dan Hadis mengajak kaum muslimin untuk mencari dan mendapatkan ilmu kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat yang tinggi.
 Kata al-ilm dan kata-kata turunnya digunakan lebih dari 780. beberapa ayat pertama menyebutkan pentingnya pena,pengajaran, membaca untuk manusia
Qs. Al-’Alaq (96) ayat 1-5
1. Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang Menciptakan,
2. Dia Telah menciptakan manusia dari segumpal darah.
3. Bacalah, dan Tuhanmulah yang Maha pemurah,
4. Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam[1589],
5. Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.
Menurut Quraish shihab
 Wahyu pertama itu tidak menjelaskan apa yang dibaca, karena al-Qur’an menghendaki umatnya membaca apa saja, selama bacaan tersebut dengan nama Allah dan didasarkan kepada Allah (bismi rabbik), dalam arti bermanfaat untuk kemanusiaan.
 Iqra’ berarti; bacalah, telitilah,dalamilah, ketahuilah ciri-ciri sesuatu, bacalah alam, tanda-tanda sejarah, diri sendiri, yang tertulis ataupun tidak.
Beberapa Hadis Tentang Pentingnya Belajar dan Menuntut Ilmu.
 Mencari ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
 Carilah ilmu walaupun di negeri cina.
 Carilah ilmu sejak dalam buaian hingga keliang lahat.
 Para ulama itu adalah pewaris para nabi.
 Pada hari kiamat ditimbanglah tinta ulama dengan darah syuhada,maka tinta ulama dilebihkan dari darah syuhada.
Beberapa hal penting berkaitan dengan belajar
 Bahwa orang yang belajar akan dapat memiliki ilmu pengetahuan yang berguna untuk memecahkan masalah yang dihadapi oleh manusia dalam kehidupan.
 Allah melarang manusia untuk tidak mengetahui segala sesuatu yang manusia lakukan.
 Dengan ilmu yang dimiliki manusia melalui proses belajar, maka Allah akan memberikan derajat yang lebih tinggi kepada hambanya.
CARA BELAJAR
 Dalam Al-Qur’an, cara belajar untuk menghasilkan perubahan tingkah laku dapat ditempuh dengan dua cara;
1. ilmu atau perubahan yang diperoleh tanpa usaha manusia (ilmu laduni) seperti yang diimpormasikan dalam QS. Al-Kahfi-65; 65. “Lalu mereka bertemu dengan seorang hamba di antara hamba-hamba kami, yang Telah kami berikan kepadanya rahmat dari sisi kami, dan yang Telah kami ajarkan kepadanya ilmu dari sisi Kami”.
Menurut Quraish Shihab
 Manusia dapat memperoleh ilmu laduni, namun baik ilmu laduni maupun ilmu kasbi tidak dapat dicapai tanpa terlebih dulu melakukan qira’at (dalam arti luas), aktivitas belajar.
 2. ilmu yang diperoleh karena usaha manusia, Ilmu Kasbi.
 Dalam al-Qur’an, cara belajar yang membutuhkan usaha manusia, sebagaimana dikemukakan oleh Najati (2005), dapat melalui meniru (imitasi) coba-coba (trial and error), atau melalui pemikiran dan membuat konklusi logis.
Belajar Melalui Imitasi
 Pada awal perkembangannya bayi belajar hanya dengan meniru orang tuanya, atau orang-orang didekatnya. Ketika dewasa perkembangannya semakin kompleks, meniru juga masih tetap menjadi salah satu cara manusia untuk belajar, tetapi tokoh yang ditiru bukan hanya orang tua atau orang didekatnya, melainkan orang yang tidak dikenal secara langsung, tokoh-tokoh, ulama, atau orang berpengaruh melalui buku, media masa maupun media elektronik.
Pengalaman Praktis dan Trial and Error
 Manusia juga belajar dengan menggunakan pengalaman praktis dan coba-coba (trial and error).
 Dalam ayat-ayat al-Qur’an juga dijumpai dorongan kepada manusia untuk mengamati, memikirkan ayat-ayat Allah yg ada di alam semesta. Manusia disuruh observasi terhadap objek, pengalaman praktis, interaksi dengan alam. Semua itu dilakukan dengan cara mengamati melalui pengalaman praktis, coba-coba (trial and error), dan berfikir.
Berfikir
 Pada hakekatnya saat manusia berfikir sedang belajar menggunakan trial and error secara intelektual. Terlintas alternatif solusi dari persoalan yang dihadapi, lalu mempertimbangkan untuk dipilih atau tidak, kemudian memilih solusi yang tepat dan baik.
 Diantara ayat-ayat yang memberikan bukti, argumentasi untuk berfikir tentang kebesaran Allah SWT; Qs. Al-Ghosyiyah 17-20, Qof 6-10, al-An’am 74-79, Al-Shoffat 95, Al-Anbiya’ 66-67.
Kita lihat satu persatu:
 17. Maka apakah mereka tidak memperhatikan unta bagaimana dia diciptakan,
 18. Dan langit, bagaimana ia ditinggikan?
 19. Dan gunung-gunung bagaimana ia ditegakkan?
 20. Dan bumi bagaimana ia dihamparkan?
Qoof 6-10
 6. Maka apakah mereka tidak melihat akan langit yang ada di atas mereka, bagaimana kami meninggikannya dan menghiasinya dan langit itu tidak mempunyai retak-retak sedikitpun ?
 7. Dan kami hamparkan bumi itu dan kami letakkan padanya gunung-gunung yang kokoh dan kami tumbuhkan padanya segala macam tanaman yang indah dipandang mata,
 8. Untuk menjadi pelajaran dan peringatan bagi tiap-tiap hamba yang kembali (mengingat Allah).
 9. Dan kami turunkan dari langit air yang banyak manfaatnya lalu kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam,
 10. Dan pohon kurma yang tinggi-tinggi yang mempunyai mayang yang bersusun- susun,
Al-An’am 74-79
 74. Dan (Ingatlah) di waktu Ibrahim Berkata kepada bapaknya, Aazar[489], "Pantaskah kamu menjadikan berhala-berhala sebagai tuhan-tuhan? Sesungguhnya Aku melihat kamu dan kaummu dalam kesesatan yang nyata."
 75. Dan Demikianlah kami perlihatkan kepada Ibrahim tanda-tanda keagungan (Kami yang terdapat) di langit dan bumi dan (Kami memperlihatkannya) agar dia termasuk orang yang yakin.
 76. Ketika malam Telah gelap, dia melihat sebuah bintang (lalu) dia berkata: "Inilah Tuhanku", tetapi tatkala bintang itu tenggelam dia berkata: "Saya tidak suka kepada yang tenggelam."
 77. Kemudian tatkala dia melihat bulan terbit dia berkata: "Inilah Tuhanku". tetapi setelah bulan itu terbenam, dia berkata: "Sesungguhnya jika Tuhanku tidak memberi petunjuk kepadaku, Pastilah Aku termasuk orang yang sesat."
 78. Kemudian tatkala ia melihat matahari terbit, dia berkata: "Inilah Tuhanku, Ini yang lebih besar". Maka tatkala matahari itu terbenam, dia berkata: "Hai kaumku, Sesungguhnya Aku berlepas diri dari apa yang kamu persekutukan.
 79. Sesungguhnya Aku menghadapkan diriku kepada Rabb yang menciptakan langit dan bumi, dengan cenderung kepada agama yang benar, dan Aku bukanlah termasuk orang-orang yang mempersekutukan Tuhan.
 [489] di antara Mufassirin ada yang berpendapat bahwa yang dimaksud dengan Abiihi (bapaknya) ialah pamannya.
SARANA BELAJAR
 Sarana belajar yang dimiliki manusia berupa fisik dan psikis sesuai QS An-Nahl ayat 78;
 “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
 Dari ayat diatas, dikatakan bahwa dlm proses belajar manusia diberi sarana fisik berupa indra eksternal, yaitu mata dan telinga, serta sarana psikis berupa daya nalar atau intelektual.
Sarana Fisik
 Dalam Al-Qur’an, yang sering disebut adalah mata dan telinga. Namun demikian alat indera yang lain (pencium, peraba, perasa) tidak mempunyai fungsi dalam kegiatan belajar.
 QS. Al-An’am ayat 7 jawabannya:
 “Dan kalau kami turunkan kepadamu tulisan di atas kertas, lalu mereka dapat menyentuhnya dengan tangan mereka sendiri, tentulah orang-orang kafir itu berkata: "Ini tidak lain hanyalah sihir yang nyata.“
Sarana Psikis
1. AKAL, sebagai sarana psikis belajar, QS. An-Nahl 78 jawabannya: “Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur.”
 Menurut Quraish Shihab, Af –idah berarti daya nalar, Ibnu Katsir (af-idah adalah akal yang menurut sebagian orang tempatnya dijantung, sedang yang lain mengatakan tempatnya diotak. Akal identik dengan daya pikir otak yang mengantarkan pada pemikiran yang logis dan rasional.

 Ok kita lihat berita dari QS. Al-Mulk ayat 10; tentang penyesalan orang kafir yang tidak menggunakan akalnya dengan baik.”Dan mereka berkata: "Sekiranya kami mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala".
2. Qalb, mempunyai dua arti,(1) fisik, jantung, berupa segumpal daging berbentuk lonjong terletak dalam rongga kiri. Dan metafisik, qalb sebagai karunia Tuhan yang halus. Qalb yang indah inilah hakikat kemanusiaan yang mengenal dan mengetahui segalanya serta menjadi sasaran perintah, cela, hukuman, dan tuntutan Tuhan.
 Dalam kamus Al-Munawwir, arti fisik qalbu (‘jantung’ jg ‘hati’). Non fisik diartikan (al-aql-inti akal), Kata Dzakirah (ingatan;mental) dan al-Quwwah al-aqilah (daya pikir).
 Sementara dalam kamus Al-Maurid, qalb nonfisik diartikan; 1) mind (akal/pikiran), 2) secret thought (pikiran tersembunyi/ pikiran rahasia.
Qalbu sebagi alat untuk memahami realitas ciptaan Tuhan
 QS. Al-A’raf ayat 179 jawabannya:
 “ Dan Sesungguhnya kami jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. mereka Itulah orang-orang yang lalai.”
 Kata qulub (jamak qalb) aktifitas memahami ayat-ayat Allah, yang tidak bisa diartikan secara fisik, baik dalam arti jantung atau hati.
Perbedaan antara akal yang ada di Otak dengan akal yang tersembunyi di Hati ada kata TAFAKUR DAN TADZZAKUR :
 TAFAKUR; mempunyai fungsi untuk memikirkan segala sesuatu setelah mendapatkan rangsangan dari panca indra.

 TADZAKUR; berfikir abstrak, yang menggabungkan antara kekuatan akal dan hati untuk merenungkan realitas ciptaan Tuhan, yang dapat dilakukan tanpa melalui aktivitas indriawi.
KONSEP BELAJAR
MENURUT TOKOH-TOKOH ISLAMAL-GHAZALI-AL-JARNUJI

IMAM AL-GHAZALI
 A. Konsep Ilmu;
 Menurut beliau; proses belajar yang dilakukan seseorang adalah usaha orang tsb untuk mencari ilmu, karena itu belajar itu sendiri tidak terlepas dari ilmu yang dipelajarinya.
 Ada dua pendapat IMAM AL-GHAZALI; tentang ilmu yang dipelajari yaitu 1) ilmu sebagai proses, 2) ilmu sebagai objek.
Ilmu Sebagai Proses
Pendapat IMAM AL-GHAZALI
 Mengklasifikasikan pada tiga bagian;
 1) Ilmu Hissiyab, llmu yang didapatkan melalui pengindraan. (misalnya seseorang belajar melalui alat pendengaran, penglihatan dan penciuman).
 2. Ilmu Aqliyah, ilmu yang diperoleh melalui kegiatan berfikir. Seperti; masalah teoritis yg berhubungan dengan hal-hal abstrak dan non-abstrak.
 3. Ilmu Ladunni, ilmu yang diperoleh langsung dari Tuhan tanpa melalui proses pengindraan atau berfikir (nalar),melainkan melalui hati dalam bentuk ilham.
Ilmu Sebagai Objek
Pendapat IMAM AL-GHAZALI
 Membagi menjadi tiga macam;
 1. Ilmu pengetahuan yang tercela secara mutlak, baik sedikit maupun banyak, seperti (sihir).
 2. Ilmu pengetahuan yang terpuji, baik sedikit atau banyak.
 3. Ilmu pengetahuan yang dalam kadar tertentu terpuji, tetapi bila mendalaminya tercela, seperti ilmu ketuhanan, cabang ilmu filsafat. Bila ilmu-ilmu tersebut didalami akan menimbulkan kekufuran.
B. Jenis Ilmu
Pendapat IMAM AL-GHAZALI
 Ada 2 yaitu;
 1. Ilmu Kasbi yaitu cara berfikir sistematik dan metodik yang dilakukan secara konsisten dan bertahab melalui proses pengamatan, penelitian,percobaan dan penemuan.
 2. Ilmu Laduni yaitu ilmu yang diperoleh oleh orang-orang tertentu dengan tidak melalui proses perolehan ilmu pada umumnya, akan tetapi melalui proses pencerahan oleh hadirnya cahaya ilahi itu, semua pintu ilmu terbuka menerangi kebenaran, terpecah dengan jelas dan terserap dalam kesadaran intelek, seakan-akan orang tsb memperoleh ilmu dari Tuhan secara langsung. Padahal ia telah melakukan proses perubahan dari yang tidak tahu menjadi tahu.
Pendekatan Dalam Menuntut Ilmu
Pendapat IMAM AL-GHAZALI
 Ada 2 pendekatan yang digunakan yaitu;
 Ta’lim insani dan Ta’lim Rabbani.
 1. Ta;lim Insani yaitu belajar dengan bimbingan manusia. Pendekatan ini merupakan cara umum yang dilakukan orang, dan biasanya dilakukan dengan menggunakan alat-alat inderawi yang diakui oleh orang-orang berakal.
 Taklim Insani dibagi menjadi 2 yaitu; 1) proses eksternal melalui belajar mengajar. 2) proses internal melalui proses tafakur.
1) proses eksternal melalui belajar mengajar.
 Dalam proses belajar mengajar sebenarnya tejadi aktivitas eksplorasi pengetahuan sehingga menghasikan perubahan-perubahan perilaku. Seorang guru mengeksplorasi ilmu yang dimilikinya untuk diberikan kepada muridnya, sedangkan murid menggali ilmu dari gurunya agar ia mendapatkan ilmu.
 Al-Ghazali menganalogikan menuntut ilmu dengan menggunakan proses belajar ini seperti petani (guru) yg menanam benih (ilmu yg dimiliki) ditanah (murid) sampai ia menjadi pohon (perilaku) kematangan dan kesempurnaan jiwa sebagai hasil belajar. Oleh Al-Ghazali diibaratkan sebagai pohon yang telah berbuah dan siap untuk dipetik sebagai hasil dari proses tersebut.
2) proses internal melalui proses tafakur.
 Tafakur diartikan dengan membaca realitas dalam berbagai dimensinya wawasan spiritual dan penguasaan pengetahuan hikmah. Proses tafakur ini dapat dilakukan apabila jiwa dalam keadaan suci. Dengan membersihkan qalb dan mengosongkan egoisme dan keakuannya ke titik nol, maka ia berdiri dihadapan Tuhan, seperti seorang murid berhadapan dengan seorang guru. Tuhan hadir membukakan pintu kebenaran dan manusia masuk kedalamnya.
 Menuntut ilmu harus melalui proses berfikir terhadap alam semesta karena ilmu itu sendiri merupakan hasil dari proses berfikir.(Jalaluddin,1996)
AL-ZARNUJI
 Membagi ilmu dalam 4 kategori;
 1. Ilmu Fardhu ‘Ain, yaitu ilmu yang wajib dipelajari oleh setiap muslim secara individual.
 Pertama yang harus dipelajari adalah ilmu tauhid yaitu ilmu yang menerangkan keesaan Allah SWT beserta sifat-sifatnya.
 Baru kemudian mempelajari ilmu fiqih, shalat, zakat, haji dan lain-lain kesemuanya berkaitan dengan tata cara beribadah kepada Allah SWT.
 2. Ilmu Fardhu Kifayah; yaitu ilmu yang kebutuhannya hanya pada saat-saat tertentu saja seperti ilmu shalat jenazah.
 Dengan demikian, seandainya ada sebagian penduduk kampung telah melaksanakan fardhu kifayah tersebut, maka gugurlah kewajiban bagi yang lainnya. Namun sebaliknya, bila tidak,maka semuanya berdosa.
 3. Ilmu Haram; yaitu ilmu yang haram dipelajari seperti ilmu nujum (ilmu perbintangan yang biasanya digunakan untuk meramal).
 Sebab, hal itu sesungguhnya tiada bermanfaat dan justru membawa marabahaya, karena lari dari kenyataan takdir Allah SWT tidak akan mungkin terjadi.
 2. Ilmu Jawaz, yaitu ilmu yang hukum mempelajarinya adalah boleh karena bermanfaat bagi manusia.
 Misalnya ilmu kedokteran, yang dengan mempelajarinya akan diketahui sebab dari segala sebab (sumber penyakit). Hal ini diperbolehkan karena Rasulallah SAW sendiri juga berobat.
Metode Pembelajaran
Pendapat Al-ZARNUJI
 Metode Pembelajaran meliputi 2 kategori;
 1. Metode yang bersifat etik mencakup niat dalam belajar.
 2. Metode yang bersifat teknik strategi meliputi cara memilih pelajaran, memilih guru, memilih teman, dan langkah-langkah dalam belajar.
 Ok. Kita lihat satu persatu.
Strategi
 Cara memilih pelajaran
 Bagi orang yang mencari ilmu sebaiknya mendahulukan memilih ilmu yang dibutuhkan dalam urusan-urusan agamanya, seperti ilmu tauhid.
 Cara memilih guru
 Sebaiknya memilih guru yang lebih alim, wara’ dan umurnya lebih tua dari kita.
 Cara memilih teman
 Mencari teman yang rajin, wara’ dan berwatak baik, mudah paham, tidak malas, tidak banyak bicara.
Pola Hubungan Guru Dengan Murid
Pemikiran Al-Zarnuji
 Murid tidak akan memperoleh ilmu yang bermanfaat tanpa adanya pengagungan dan pemuliaan terhadap ilmu dan orang yang mengajarnya (guru/dosen), menjadi semangat dan dasar adanya penghormatan murid/mahasiswa terhadap guru/dosen.
 Kontekstualisasi hubungan guru (dosen) murid (mahasiswa), menunjukkan bahwa penempatan guru (dosen) pada posisi terhormat terkait oleh sosok guru (dosen) yang ideal. Yaitu guru (dosen) yang memenuhi kriteria dan kualifikasi kepribadian, kecerdasan ruhaniah disamping kecerdasan intelektual.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar